Sejarah Nasi Tumpeng dan Makna Filosofi Dibaliknya

Sejarah Nasi Tumpeng dan Makna Filosofi Dibaliknya

Kuliner Indonesia sebenarnya amat terkenal dengan kelezatannya dan juga racikan bumbunya yang kaya akan rempah. Hal ini dapat dicermati berasal dari banyaknya jenis makanan Indonesia yang punyai karakter pedas, berbumbu, berkuah, dan juga berminyak.

Namun tidak hanya itu saja, ternyata kuliner Indonesia termasuk punyai banyak sekali jenis makanan yang kaya akan nilai formalitas dan nilai historis. Biasanya makanan-makanan jenis ini tidak dijual ceroboh dan tidak dibuat teratur tiap-tiap hari, melainkan hanya dimasak terhadap momen-momen di acara khusus saja. Nah berasal dari sekian banyak jenis makanan tersebut, tidak benar satu kuliner yang punyai nilai historis tinggi yaitu kuliner bernama nasi tumpeng.

Nasi tumpeng adalah jenis kuliner tradisional Indonesia lebih-lebih di daerah jawa yang isinya berwujud nasi berwujud kerucut dengan ditambahi lebih dari satu jenis lauk pauk di dalamnya. Lauk pauk selanjutnya seringkali terdiri berasal dari tujuh macam, meski sering kadang dapat saja lebih atau dapat termasuk tidak cukup terkait berasal dari orang yang menyajikannya. Selain itu, seluruh bahan selanjutnya termasuk nasi tumpeng, akan di letakkan disebuah wadah khusus seperti nampan berwujud lingkaran yang terbuat berasal dari anyaman bambu dan biasa disebut sebagai “tampah Nasi Tumpeng di Ciputat .

Nasi tumpeng biasanya dibuat didalam merayakan atau laksanakan syukuran beragam macam acara seperti acara selamatan dan momen-momen mutlak lainnya.

Nah ternyata nasi tumpeng pun dibuat tidak hanya sebagai perayaan dan untuk meneruskan formalitas berasal dari generasi pada mulanya saja. Melainkan dibalik pembuatan kuliner satu ini terdapat sebuah makna filosofis yang memadai dalam. Nah untuk menyadari makna berasal dari itu semua, maka segera saja kita lihat ulasannya selanjutnya ini.

 

Makna dan Nilai Filosofi berasal dari Nasi Tumpeng
1. Nasi Berbentuk Kerucut
Tradisi memicu nasi tumpeng diperkirakan telah ada sejak masa leluhur, jauh sebelum saat wilayah Nusantara (Indonesia) terpengaruhi oleh formalitas berasal dari agama-agama yang ada kala ini. Pada awalnya di masa leluhur tumpeng tidak punyai bentuk segitiga kerucut seperti yang kita kenal sekarang, melainkan bentuk kerucut selanjutnya baru menjadi diadopsi gara-gara terpengaruhi oleh budaya agama Hindu yang telah masuk ke wilayah Nusantara terhadap kala itu.

Adapun makna filosofis berasal dari bentuk kerucut ini yaitu melambangkan kekayaan alam Indonesia yang banyak dipenuhi oleh deretan gunung-gunung. Lebih khusus lagi, bahwa bentuk kerucut selanjutnya merupakan simbol berasal dari gunung Mahameru yang merupakan daerah bersemayam para dewa-dewi didalam filosofi kepercayaan agama Hindu.

2. Warna Tumpeng
Nasi tumpeng yang kala ini persis dengan warna kuning dan juga berwujud kerucut, ternyata dahulu tidak demikian melainkan terhadap awalnya dibuat tanpa terdapatnya warna sama sekali dan hanya berwujud nasi putih saja tanpa campuran apapun. Hal ini mempunyai representasi makna bahwa apa yang kita makan dan masuk ke didalam tubuh, maka seutuhnya itu haruslah bersumber berasal dari sesuatu yang bersih dan baik dengan diibaratkan melalui nasi putih nan bersih tadi.

Namun kala ini seperti yang kita menyadari bahwa warna dan komposisi berasal dari nasi tumpeng sendiri telah banyak mengalami perubahan. Beberapa perumpamaan yaitu seperti varian tumpeng yang manfaatkan nasi kuning, nasi merah, atau lebih-lebih nasi uduk. Meskipun begitu, bahan nasi yang dibuat tanpa campuran apa-pun hingga kala ini masih selalu eksis dan terlestarikan.

3. Penggunaan Lauk Pauk
Lauk pauk didalam nasi tumpeng seperti yang telah disebutkan dibagian pembuka tadi biasanya terdiri berasal dari 7 jenis lauk pauk. Alasan dijalankan seperti itu pasti saja bukan tanpa gara-gara melainkan punyai makna tersendiri. Kata tujuh didalam bahasa jawa biasa dikenal dengan sebutan pitu. Maknanya bahwa pitu merupakan simbol atau kepanjangan berasal dari kata pitulungan didalam bahasa jawa yang punyai makna sebagai pertolongan. Maksudnya bahwa orang yang memicu tumpeng menghendaki agar didalam hidup selalu mendapat arahan dan perlindungan berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Lalu untuk jenis berasal dari lauk pauk pun sebenarnya tidak ada peraturan baku yang mengikat perihal bahan makanan apa saja yang harus digunakan. Meskipun begitu, lebih dari satu jenis lauk khusus justru punyai makna tersendiri, seperti andaikata ayam jantan yang telah dibumbui dengan bumbu kuning melambangkan bahwa tiap-tiap manusia harus menjauhkan karakter tercela sombong seperti halnya yang terdapat terhadap ayam jago.

4. Potongan Pertama
Pada formalitas masyarakat kala ini, cara umum yang banyak dijalankan didalam memakan tumpeng yaitu dengan memotong anggota paling atas lebih-lebih dahulu, lalu potongan selanjutnya akan diberikan kepada orang yang dihormati atau orang yang tengah mengadakan acara syukuran tersebut.

Hal selanjutnya ternyata tidak cukup begitu tepat, gara-gara kalau sesuai filosofi maka yang benar adalah dengan harus menyantapnya dibagian paling bawah lebih-lebih dahulu baru sesudah itu menghabiskan hingga kebagian paling atas. Cara ini bermakna sebagai pengingat bahwa bagi kita manusia yang diberikan kehidupan, terhadap pada akhirnya akan mengalami kematian termasuk dengan dipanggil oleh Sang Maha Kuasa.

5. Persembahan Bagi Leluhur
Pada awalnya perayaan nasi tumpeng yang sering dijalankan oleh masyarakat jawa dan bali, merupakan anggota berasal dari acara sesembahan masyarakat kepada para leluhur yang biasa dilangsungkan ditempat-tempat tinggi seperti gunung maupun perbukitan.

Namun bersamaan dengan berjalannya waktu, dan juga dengan masuknya agama Islam ke Nusantara. Perayaan tumpengan inipun perlahan telah mengalami akulturasi budaya. Sehingga manfaat berasal dari perayaan ini telah banyak sesuai dengan kaidah-kaidah agama Islam dan diselenggarakan hanya untuk acara seremonial belaka seperti acara syukuran.

Adapun lebih dari satu jenis tumpengan yang sering dijalankan oleh masyarakat kala ini yaitu seperti tumpengan robyong untuk acara siraman pernikahan, tumpengan nujuh bulan untuk syukuran tujuh bulanan kehamilan, tumpengan kuning untuk peresmian gedung dan lain sebagainya.

Meskipun begitu, di lebih dari satu daerah seperti di jawa dan bali, formalitas masyarakat yang mengadakan acara tumpengan sebagai cara didalam menghargai para leluhur selalu masih ada dan masih dilestarikan.

Leave a Comment